JAKARTA- Satu tahun menjelang Pilpres 2024, elektabilitas tiga orang bakal calon presiden menjadi sorotan. Elektabilitas Ganjar Pranowo terus naik, sedangkan elektabilitas Prabowo Subianto dan Anies Baswedan naik-turun.
Survei Litbang Kompas mencatat elektabilitas Ganjar meningkat sejak Januari 2022. Ganjar memiliki elektabilitas 20,5 persen awal tahun lalu. Pada Juni 2022, elektabilitasnya 22 persen dan naik menjadi 23,2 persen pada Oktober 2022.
Sementara itu, Prabowo memiliki elektabilitas 18,1 persen pada Januari 2023. Rekam elektabilitas Prabowo adalah 26,5 persen pada Januari 2022, 25,3 persen pada Juni 2022, dan 17,6 persen pada Oktober 2022.
Adapun elektabilitas Anies pada Januari 2023 adalah 13,1 persen. Elektabilitas Anies naik turun sejak awal 2022, yaitu 14,2 persen pada Januari 2022, 12,6 persen pada Juni 2022, dan 16,5 persen pada Oktober 2022.
Ganjar, menurut survei, konsisten memuncaki bursa bakal capres. Padahal ia belum mendapat tiket untuk berlaga di Pilpres 2024. PDIP, partai yang menaungi Ganjar-belum mengumumkan arah dukungan.
Pada saat bersamaan, Prabowo sudah dideklarasikan Gerindra dan Anies dideklarasikan NasDem. Akan tetapi, berdasarkan survei elektabilitasnya masih naik turun alias fluktuatif. Padahal beberapa partai sudah memilih sikap untuk mendukung Anies dan Prabowo sebagai capres.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menilai ada pengaruh Presiden Joko Widodo dalam pergerakan elektabilitas tiga bakal calon presiden.
Endorse Jokowi terhadap Ganjar-meskipun tak dinyatakan resmi-begitu berpengaruh terhadap elektabilitas. Kunto berkata Jokowi banyak menyebut tokoh sebagai bakal calon presiden, tetapi hanya Ganjar yang mendapat limpahan suara.
"Kenapa Ganjar tinggi? Ya karena di-endorse terus sama Presiden," kata Kunto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (22/2).
Dia meyakini hal itu terjadi karena narasi "rambut putih" Jokowi. Menurutnya, narasi itu lebih ampuh ketimbang hanya memperkenalkan sosok bakal capres di publik.
Hal itu tercermin dari elektabilitas Prabowo. Kunto menyebut Jokowi memperkenalkan Prabowo sebagai bakal calon presiden ke publik, tetapi tak ada pengaruhnya ke elektabilitas.
Kunto menyebut keadaan itu diperparah dengan belum ada kejelasan koalisi pendukung Prabowo. Hal yang sama juga dialami Anies.
"Anies kenapa belum naik? Ya koalisinya juga belum firm, belum ada cawapresnya. Prabowo juga belum punya cawapres," ucapnya.
Dihubungi terpisah, Peneliti Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa menilai dinamika elektabilitas hari ini merupakan residu Pilpres 2019.
Menurut Ardha, suara bakal calon presiden terbelah menjadi dua kutub, yaitu pendukung Jokowi dan antitesa Jokowi. Suara pendukung Jokowi hanya bermuara ke Ganjar sehingga elektabilitasnya terus meningkat.
Sementara itu, suara antitesa Jokowi pecah ke dua kandidat. Prabowo dan Anies saling berebut kolam suara yang sama.
"Sangat wajar dinamika terjadi di antara dua nama tersebut. Kalau pendukung Jokowi, ada endorse yang bagi sebagian kalangan terlihat sebagai endorse terhadap Ganjar," kata Ardha saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (22/2).
Ardha mengatakan suara untuk Prabowo juga naik turun karena posisi dua kaki. Di satu sisi, Prabowo telah lama menjadi sosok antitesa Jokowi. Di sisi lain, ia bagian dari pemerintahan Jokowi.
Adapun fluktuasi elektabilitas Anies terjadi karena ketidakjelasan Koalisi Perubahan. Publik masih bingung dengan kejelasan pencalonan Anies.
"Saat ini baru NasDen yang resmi deklarasikan Anies. Demokrat dengan PKS yang katanya mendukung. Di tingkat akar rumput belum jelas ini bagaimana," ujarnya.JAKARTA- Satu tahun menjelang Pilpres 2024, elektabilitas tiga orang bakal calon presiden menjadi sorotan. Elektabilitas Ganjar Pranowo terus naik, sedangkan elektabilitas Prabowo Subianto dan Anies Baswedan naik-turun.
Survei Litbang Kompas mencatat elektabilitas Ganjar meningkat sejak Januari 2022. Ganjar memiliki elektabilitas 20,5 persen awal tahun lalu. Pada Juni 2022, elektabilitasnya 22 persen dan naik menjadi 23,2 persen pada Oktober 2022.
Sementara itu, Prabowo memiliki elektabilitas 18,1 persen pada Januari 2023. Rekam elektabilitas Prabowo adalah 26,5 persen pada Januari 2022, 25,3 persen pada Juni 2022, dan 17,6 persen pada Oktober 2022.
Adapun elektabilitas Anies pada Januari 2023 adalah 13,1 persen. Elektabilitas Anies naik turun sejak awal 2022, yaitu 14,2 persen pada Januari 2022, 12,6 persen pada Juni 2022, dan 16,5 persen pada Oktober 2022.
Ganjar, menurut survei, konsisten memuncaki bursa bakal capres. Padahal ia belum mendapat tiket untuk berlaga di Pilpres 2024. PDIP, partai yang menaungi Ganjar-belum mengumumkan arah dukungan.
Pada saat bersamaan, Prabowo sudah dideklarasikan Gerindra dan Anies dideklarasikan NasDem. Akan tetapi, berdasarkan survei elektabilitasnya masih naik turun alias fluktuatif. Padahal beberapa partai sudah memilih sikap untuk mendukung Anies dan Prabowo sebagai capres.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menilai ada pengaruh Presiden Joko Widodo dalam pergerakan elektabilitas tiga bakal calon presiden.
Endorse Jokowi terhadap Ganjar-meskipun tak dinyatakan resmi-begitu berpengaruh terhadap elektabilitas. Kunto berkata Jokowi banyak menyebut tokoh sebagai bakal calon presiden, tetapi hanya Ganjar yang mendapat limpahan suara.
"Kenapa Ganjar tinggi? Ya karena di-endorse terus sama Presiden," kata Kunto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (22/2).
Dia meyakini hal itu terjadi karena narasi "rambut putih" Jokowi. Menurutnya, narasi itu lebih ampuh ketimbang hanya memperkenalkan sosok bakal capres di publik.
Hal itu tercermin dari elektabilitas Prabowo. Kunto menyebut Jokowi memperkenalkan Prabowo sebagai bakal calon presiden ke publik, tetapi tak ada pengaruhnya ke elektabilitas.
Kunto menyebut keadaan itu diperparah dengan belum ada kejelasan koalisi pendukung Prabowo. Hal yang sama juga dialami Anies.
"Anies kenapa belum naik? Ya koalisinya juga belum firm, belum ada cawapresnya. Prabowo juga belum punya cawapres," ucapnya.
Dihubungi terpisah, Peneliti Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa menilai dinamika elektabilitas hari ini merupakan residu Pilpres 2019.
Menurut Ardha, suara bakal calon presiden terbelah menjadi dua kutub, yaitu pendukung Jokowi dan antitesa Jokowi. Suara pendukung Jokowi hanya bermuara ke Ganjar sehingga elektabilitasnya terus meningkat.
Sementara itu, suara antitesa Jokowi pecah ke dua kandidat. Prabowo dan Anies saling berebut kolam suara yang sama.
"Sangat wajar dinamika terjadi di antara dua nama tersebut. Kalau pendukung Jokowi, ada endorse yang bagi sebagian kalangan terlihat sebagai endorse terhadap Ganjar," kata Ardha saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (22/2).
Ardha mengatakan suara untuk Prabowo juga naik turun karena posisi dua kaki. Di satu sisi, Prabowo telah lama menjadi sosok antitesa Jokowi. Di sisi lain, ia bagian dari pemerintahan Jokowi.
Adapun fluktuasi elektabilitas Anies terjadi karena ketidakjelasan Koalisi Perubahan. Publik masih bingung dengan kejelasan pencalonan Anies.
"Saat ini baru NasDen yang resmi deklarasikan Anies. Demokrat dengan PKS yang katanya mendukung. Di tingkat akar rumput belum jelas ini bagaimana," ujarnya.
0 comments:
Post a Comment