Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta jajarannya berusaha mencapai target agar lepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap) pada 2023.
Hal tersebut disampaikan saat rapat terbatas yang membahas evaluasi rencana jangka menengah nasional (RPJMN) 2022-2045 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
"Tadi kita bahas mengenai rencana RPJMN tentu dalam pembahasan itu tadi Pak Presiden meminta agar target diminta secara lebih detil dan dibuatkan grand strateginya," ujar Airlangga seusai ratas.
"Salah satunya kita ada target lepas dari middle income trap itu diperkirakan tahun 2030-an, 2032," lanjutnya.
Untuk mendukung target itu, kata Airlangga, Presiden Jokowi menghendaki adanya sejumlah faktor pendukung yang harus dipenuhi.
Antara lain pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memiliki sumber energi yang murah.
Selain itu, Presiden Jokowi juga menginginkan ada dukungan dari sektor pendidikan kejuruan (vokasi).
"Presiden menginginkan dari sektor pendidikan ada penekanan dari pendidikan vokasi, juga grand desain-nya seperti apa," tambah Airlangga.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, dalam keterangannya usai mengikuti rapat terbatas, mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih berada dalam jebakan negara berpenghasilan menengah karena rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka waktu 20 tahun adalah 4,01 persen. Sedangkan, Indonesia baru berhasil mencapai angka pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada tahun 2022 lalu.
“Kami menyampaikan dalam skenario yang disusun oleh Bappenas, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 6 persen agar kita mampu graduasi dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap karena kita sudah 30 tahun di middle income trap,” ujar Suharso.
Menurut Suharso, terdapat sejumlah faktor yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi nasional, mulai dari produktivitas faktor total Indonesia yang cenderung menurun hingga ketimpangan pendapatan per kapita antarprovinsi di Tanah Air. Oleh karena itu, Indonesia harus segera memanfaatkan bonus demografi yang masih tersisa 18 tahun untuk melepaskan diri dari rendahnya pendapatan per kapita nasional.
“Contoh Korea Selatan dari (pendapatan per kapita) 3.530 (dolar AS) ketika mereka memulai dengan bonus demografinya dan sekarang tersisa 5 tahun bonus demografinya tetapi mereka sudah sampai dengan 35.000 US Dollar per kapita. Nah kita juga ingin seperti itu,” ungkap Suharso.
Selain itu, pada RPJPN 2025–2045 Indonesia juga harus melakukan sebuah transformasi untuk mendorong pembangunan Indonesia yang lebih baik dan mencapai visi Indonesia Emas 2045, yaitu Negara Maritim yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Suharso menyebut Bappenas telah menyampaikan sejumlah kerangka pikir yang akan menjadi naskah akademik dalam penyusunan rancangan undang-undang RPJPN.
“Kita juga telah melakukan review terhadap capaian pembangunan selama dua dekade sebelumnya, kita juga memperhitungkan megatren global dan apa yang kita miliki sebagai modal dasar pembangunan dan tentu tantangan-tantangan yang harus kita jawab ke depan dengan paradigma baru, terobosan baru, imperatif, dan kohesif,” tutur Suharso.
Presiden Jokowi pun mengingatkan jajarannya untuk memilih strategi besar dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Menurut Suharso, Bappenas telah menawarkan transformasi sosial ekonomi dan tata kelola sebagai strategi dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Bapak Presiden mengingatkan kami untuk memilih strategi besar karena strategi yang ada di sini sebenarnya adalah RPJP itu sendiri adalah strategic direction yang menjadi pedoman untuk semua stakeholder. Tetapi memang diperlukan sebuah strategi besar yang kita akan pilih dalam rangka melakukan itu,” ucap Suharso.
0 comments:
Post a Comment