JAKARTA- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku, saat memutuskan tidak melakukan lockdown atau karantina wilayah saat pandemi Covid-19, dirinya mendapat tekanan dari banyak pihak.
Mengingat saat itu, hampir di seluruh negara di dunia, menerapkan untuk melakukan lockdown untuk mengurangi penularan infeksi virus corona. Sementara Indonesia, hanya menutup sebagian tempat-tempat publik sementara waktu.
Jokowi menceritakan bahwa, saat melakukan rapat sidang kabinet bersama para menteri, 80% menteri menyetujui agar Indonesia dilakukan lockdown. Begitu juga saat menanyakan kepada masyarakat.
"Saat rapat kabinet, 80% menteri (menyetujui) lockdown. Cek ke masyarakat, mintanya sama, tapi saat itu juga masih jernih dan tenang," ujarnya dalam Perayaan Imlek Nasional 2023 kemarin, dikutip Senin (30/1/2023).
Kendati demikian, kata Jokowi, pihaknya juga menghitung kekuatan rakyat seperti apa. Pemerintah bahkan sampai mengajak perbankan untuk duduk, melihat para tabungan masyarakat.
"Karena kita bisa nengok, tabungan rakyat bank itu berapa, yang gede berapa, tengah berapa, kecil berapa, lebih kecil berapa. Semuanya kelihatan," tuturnya.
Dengan segala perhitungan, Jokowi pun akhirnya memutuskan untuk tidak melakukan lockdown di Indonesia. Karena melihat banyak negara saat ini yang menerapkan lockdown, ekonominya bahkan sampai minus hingga puluhan persen.
Menurut, apabila Indonesia melakukan lockdown, maka ekonomi tanah air bisa terporosok hingga minus 17%.
"Saya putuskan tidak lockdown, meskipun tekanan lockdown, dan ternyata tidak salah. Kalau diputuskan lockdown bisa di -17% ekonomi kita. Dan mengembalikan ke normal itu yang sangat sulit," tuturnya.
Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 mencapai 5,7%, dengan inflasi terjaga pada level 5,51%. Jokowi meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan mencapai 5,3% secara tahunan (year on year/yoy).
"Karena minusnya sudah jatuh seperti di negara-negara di Eropa," ujarnya lagi.
Seperti diketahui, dalam pengendalian pandemi Covid-19 2020-2022 silam, Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menekan penyebaran virus corona di Indonesia.
Kebijakan untuk membatasi pergerakan masyarakat ini telah berganti nama dan format beberapa kali.
Berawal dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB), PSBB Transisi. Kemudian berganti menjadi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat, hingga PPKM empat level di berbagai wilayah di Indonesia.
Kasus corona di Indonesia terdeteksi pertama kali pada 2 Maret 2020.Sejak saat itu, setiap hari ada berita tentang orang yang terpapar bahkan meninggal akibat corona.
Hingga 30 Desember 2022, orang Indonesia yang terpapar corona mencapai 6.719.327. Sebanyak 160.593 di antaranya meninggal akibat virus tersebut.
0 comments:
Post a Comment