JAKARTA- Presiden Joko Widodo (Jokowi), melanjutkan tradisi yang sudah dimulai pada awal pemerintahannya yakni mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM.
Sikap Jokowi dinilai tidak hanya semata untuk pencitraan. Kehadiran dirinya pada pengumuman tersebut dianggap sebagai keharusan karena menjadi orang yang paling bertanggung jawab dalam pemerintahan.
Seperti diketahui, kenaikan harga BBM selalu menjadi perdebatan panas di ranah ekonomi hingga politik. Kenaikan harga juga tidak jarang menjatuhkan kepercayaan publik hingga kepuasan publik terhadap pemerintah.
Dengan alasan itu pula, banyak presiden yang kemudian memilih untuk tidak mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM.
Sejak Orde Baru tumbang dan Indonesia memasuki Era Reformasi, Jokowi menjadi satu-satunya presiden yang mengumumkan kebijakan kenaikan harga BBM subsidi secara langsung.
Presiden Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ataupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendelegasikan pengumuman harga kepada menteri-menterinya.
Sepanjang 2000-2013, menteri ESDM dan menteri koordinator bidang perekonomian adalah pejabat yang paling sering mengumumkan penyesuaian harga BBM.
Pada periode Presiden Gus Dur, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro adalah menteri yang mengumumkan kenaikan harga BBM yang berlaku Januari 2001.
Pada masa SBY, kenaikan harga lebih sering diumumkan oleh menteri koordinator perekonomian, termasuk Aburizal Bakrie pada kenaikan harga BBM per Maret 2005 ataupun Hatta Rajasa pada kenaikan Juni 2013.
Tradisi berubah pada era Jokowi. Sebulan setelah dilantik menjadi presiden, Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM pada November 2014.
Jokowi kembali mengumumkan penyesuaian harga BBM pada Sabtu lalu.
"Dia ingin (menampilkan) citra bertanggung jawab dan ini memang tanggung jawab dia. Dia harus hadir saat pengumuman sebagai tanggung jawabnya menjadi presiden," tutur pakar politik Universitas Paramadina Hendri Satrio, kepada CNBC Indonesia.
Senada, Pengajar komunikasi politik di London School of Public Relations (LSPR) Arif Susanto mengatakan sikap Jokowi yang memilih mengumumkan kenaikan harga BBM sendiri menunjukkan bagian dari politik pertanggungjawaban seorang presiden, Jokowi juga ingin menunjukkan kendali dia sebagai kepala pemerintahan.
"Kita tahu, kabinet Jokowi bukan dari kalangan non-parpol saja tetapi juga parpol. Jokowi ingin menunjukkan adanya kabinet yang solid. Kabinet yang ada di bawah kendali dia. Bahwa tidak ada agenda menteri yang ada agenda kabinet di bawah presiden," tutur Arif, kepada CNBC Indonesia.
Dia menambahkan Jokowi didukung oleh koalisi yang kuat. Hal ini memudahkan dirinya dalam mengambil kebijakan BBM.
Komunikasi publik yang lebih baik juga membantu pemerintah saat ini untuk menaikkan harga BBM tanpa keributan ataupun resistensi yang luar biasa.
Hal ini berbeda dengan persoalan minyak goreng pada Februari/Maret tahun ini yang memicu kemarahan masyarakat hingga menurunkan kepuasan terhadap kinerja pemerintah.
Sebagai catatan, kenaikan harga BBM pada periode-periode sebelumnya biasanya menimbulkan gejolak politik hingga memicu aksi demo.
Kenaikan harga BBM pada 1998 era Soeharto bahkan memakan korban jiwa dan memicu kerusuhan masal. Kenaikan harga BBM pada era Gus Dur, Megawati, hingga SBY juga diwarnai aksi demo hingga walk out partai oposisi pada sidang kabinet paripurna DPR.
"Ada kekecewaan tetapi hanya terekspresikan lewat media sosial atau obrolan tetangga. Belum menjadi kekuatan politik," ungkap Arif.
0 comments:
Post a Comment