JAKARTA- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022 sebesar 4,94%. Ini artinya lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Inflasi tinggi akan menjadi momok bagi negara kita karena menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Lalu apa saja langkah yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia mengatasi masalah ini.
Pemerintahan Jokowi sudah mulai memfokuskan kebijakan fiskal yang akan dilakukan pada 2023 untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Mengutip keterangan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Minggu (14/4/2022), berikut empat fokus kebijakan fiskal pemerintah pada 2023.
1. Program prioritas yang akan menjadi fokus yaitu pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, revitalisasi industri dan dukungan pertumbuhan ekonomi hijau.
2. Pagu indikatif pendapatan negara yang lebih tinggi pada 2023, yakni kisaran Rp2.255,5 triliun sampai Rp2.382,6 triliun atau mencapai 11,28 hingga 11,76 persen dari Produk Domesik Bruto (PDB).
3. Belanja negara pada 2023 didesain pada kisaran 14,09 hingga 14,71 persen dari PDB yaitu pada kisaran antara Rp2.818,1 triliun hingga Rp2.979,3 triliun, yang terdiri atas belanja pusat yaitu antara Rp2.017 triliun hingga Rp2.152 triliun dan transfer ke daerah antara Rp800 triliun hingga Rp826 triliun.
4. Defisit APBN pada 2023 akan tetap berada di bawah 3 persen dari PDB, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Pergerakan nilai tukar rupiah yang fluktuatif membuat Jokowi mendorong kebijakan moneter untuk menjaga nilai rupiah.
Hal itu ia sampaikan saat membuka rapat terbatas melalui video conference. Jokowi meminta Bank Indonesia (BI) terus menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
"Saya minta BI fokus terus menjaga stabilitas nilai rupiah, menjaga inflasi agar terkendali dan mempercepat berlakunya ketentuan pergunaan rekening rupiah di dalam negeri," ujar Jokowi saat membuka ratas, Jumat (20/3).
Asal tahu saja, dampak penyebaran virus corona (Covid-19) membuat rupiah tertekan. Mengutip Bloomberg, Jumat (20/3) pukul 10.45 WIB, rupiah sudah menembus level baru saat berada di Rp 16.038 per dolar Amerika Serikat (AS).
Posisi ini membuat rupiah sudah melemah 0,78% dibanding penutupan rupiah pada Kamis (19/3) di Rp 15.913 per dolar AS. Posisi rupiah kali ini juga menjadi yang terburuk sejak Juni 1998.
Dari sisi likuiditas, Jokowi meminta BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin hal tersebut. Termasuk langkah mitigasi keuangan.
"Pastikan ketersediaan likuiditas dalam negeri, kemudian memantau setiap saat terhadap sistem keuangan dan mitigasi keuangan se komprehensif, sedetail mungkin," terang Jokowi.
Sinergi kebijakan setiap lembaga harus diperkuat. Termasuk juga dengan pemerintah dalam menjaga ekonomi di tengah situasi penyebaran virus corona.
Selain kebijakan moneter, pemerintah juga memperhatikan kebijakan nonmoneter agar APBN tetap stabil dalam situasi global yang tidak menentu saat ini, kebijakan tersebut antara lain mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya, menekan tingkat upah, melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal, penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang). Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00. (pernah menjadi wacana pemerintah, namun belum bisa dijalankan sampai saat ini).
Kebijakan lain seperti, kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga
Kebijakan penentuan harga dan indexing, kemudian pemerintah juga dapat meningkatkan atau mengurangi pendapatan dan belanja negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan, seperti mengurangi jumlah pengangguran atau mencapai pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan. Instrumen utama yang digunakan untuk melakukannya adalah pengeluaran pemerintah dan pajak.
0 comments:
Post a Comment